Pohon Ara Kempas di Hutan Adat Imbo Putui Pic: Khamidi |
Dimulai
dari perjalanan Pekanbaru menuju Desa Petapahan yang terletak di Kecamatan
Tapung, Kabupaten Kampar yang hanya ditempuh dalam waktu 1 jam dengan
menggunakan sepeda motor, kalau ga salah sih berangkatnya sekitar jam 3 sore
gitu, nyampe disananya jam 4. Perjalanan kali ini melewati perkebunan sawit
yang terhampar disepanjang jalan yang kami lewati. Jalan berlubang dan berdebu
tidak menyurutkan niat kami untuk menuju tempat yang menyimpan segudang ilmu
mencintai alam, adat dan budaya. Tapi untuk kali ini, kau mau mengangkat
sedikit cerita tentang hutan yang di lindungi dengan aturan adatnya namun tetap
lestari hingga saat ini. Setelah sampai dirumah salah satu warga tepatnya rumah
Pakde Joko Surahmad, beliau itu ketua kelompok Tani Berkah Bersama sekaligus
mendapat amanah dari aparat desa dan Ninik Mamak sebagai penjaga hutan. Di
Rumah pak Joko inilah kami beristirahat sambil menunggu kedatangan Bg Jordi
yang nyusul sendirian dari Pekanbaru. Dan akhirnya yang ditunggu datang, kami kembali
melanjutan perjalan kedalam hutan. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke lokasi
camping, hanya berjalan sekitar 20 menit saja, kami sudah sampai. Ya, kalau
tadinya tidak pakai nyasar dulu mungkin cuma 10 menit udah nyampai. Segera kami
mendirikan tenda, nyari kayu bakar, dan masak karena hari juga udah mulai
gelap, dan terlihat seperti bakalan hujan. Dan benar aja, ga lama hujan turun
lumayan deras mengguyur tenda kami. Tapi semua itu sangat kami nikmati. Setelah
hujan berhenti, kami melanjutkan aktivitas bakar membakar. Ada yang bakar kayu,
ada yang bakar ayam. Ada juga yang bakar hati disana, maksudnya hati ayam.
Malam itu kami lewati dengan suasana asik sekali tidak bakal terlupakan deh.
Kebersamaan terasa banget ketika bang Ryan Ucok
bernyanyi dengan khas logat bataknya di iringi suara gitar sumbang yang
di mainkan bang Bayu Ijonk kami semua larut dalam suasana canda dan gelak tawa.
Saking kocaknya bang Ryan Ucok mengarang lagu karena udah kebingungan mau
nyanyi apa lagi sampai akhirnya Pakde Joko dan Pak Herman datang ketenda tempat
kami nge camp. Sambil makan ayam bakar ala Chef Ryan dan kopi hitam buatan saya
kami bersama Pakde joko dan pak Herman bercerita, bertukar pengetahuan, dan
berbicara tentang apa yang akan dilakukan kedepannya untuk hutan ini.
Pakde Joko Surahmad di bawah pohon besar
Pic: Khamid
|
Kegiatan Menanam Pohon Oleh Punggawa ADCOM Pic: Khamidi |
Kami
melanjutkan perjalanan menuju sisi lain dari Hutan Imbo Putui ini. Ditemani
dari beberapa aparat desa, kami mengungkap harta yang tesembunyi didalam Hutan
Adat Imbo Putui ini. Terdengar suara kicauan burung dan suara binatang kecil
lainnya menyambut kami. Pohon-pohon besar tinggi menjulang menyegarkan mata dan
telinga dari kebisingan dan kepadatan kota yang aku hadapi setiap hari. Sambil menenteng bibit pohon buah-buahan yang
akan ditanam, mataku sangat liar memandang kiri dan kanan, atas dan bawah untuk
menemukan apa yang tidak aku temukan dikota. Sampai akhirnya mataku tertarik
pada 1 pohon yang sangat besar. Ternyata
ini adalah 2 pohon yang tergabung menjadi 1. 2 pohon ini merupakan pohon ara
dan kempas. Yang kalau kita ga teliti ngeliatnya itu seperti 1 pohon saja.
Menuju sisi kanan Hutan Imbo Putui. Mata ini terus mencari sesuatu yang
terlihat aneh dan lucu, sampai pada akhirnya menemukan lagi harta yang tersembunyi.
Sarang lebah Trigona, atau masyarakat setempat menyebutnya dengan lebah
galo-galo , dalam bahasa jawa lanceng dan dalam bahasa latin lebah Trigona,
ini merupakan pengahasil madu terbaik yang harganya mmm mahal sekali. Propolis,
itulah nama madu yang dihasilkan lebah ini. Harga perkilonya bisa mencapai 1
hingga 2 juta rupiah. Dengan kualitas yang sangat bagus, sebanding dengan harga
yang ada dipasaran. Menurut sumber yang kami peroleh, ini merupakan salah satu
penghasil hutan bukan kayu yang di kembangbiakkan oleh masyarakat lokal. Saat
ini yang sedang dijadikan contoh adalah lebah apesserana. Ada 10 kotak
contoh yang sudah pernah panen. Harga madu yang dihasilkan perkilonya sekitar
100 hingga 200 ribu rupiah, dan dalam 1 kotak bisa menghasilkan 1 sampai 2
kilogram.
Kotak Madu Serena siap di panen Pic: Khamidi |
Punggawa ADCOM memperlihatkan Malam Madu Serena Pic: Khamidi |
Lanjut
kesisi kiri hutan, lagi lagi aku menemukan sesuatu. Kotak-kotak lebah yang
diceritain tadi kami temukan. Tapi sayang, kotak itu kosong. Dan isi oleh kecoa
hutan atau bahasa minangnya kapuyuak. Sedikit kaget waktu aku
buka kotak itu. Kami Lanjut berjalan menyusuri hutan, Aku menemukan berbagai
jenis jamur yang tumbuh dibatang kayu, ulat, dan beragam warna-warni kupu-kupu yang
terbang. Ketika aku mengadahkan kepala ke atas, aku berputar merentangkan
tangan dan mataku melihat seekor burung elang terbang melewatiku dengan gagah.
Aku merasa seperti di film Petualangan Sherina hahaha. Ku hampiri pohon besar
dengan akar yang bergantung. Terlihat seperti pohon beringin tapi bukan pohon
beringin. Akarnya menggoda untuk bermain. Aku mencoba memanjat pohon itu dengan
memegang kuat akarnya. Tapi tanganku ga kuat, akhirnya aku turun lagi.
Pohon Besar terdapat di Hutan Adat Imbo Putui Pic: Khamidi |
Setelah
lelah berjalan di hutan, kami semua memutuskan untuk istirahat dan makan siang.
Tentunya masih didalam hutan. Nasinya memang hanya nasi bungkus, tapi
kebersamaan dan lingkungannya membuat semuanya jadi istimewa. Karena mahal itu
ga harus dengan sesuatu yang mewah, tapi kebersamaan itu yang membuat suatu
pertemuan menjadi berharga. Kami bercanda, tertawa bersama tua dan muda menjadi
satu, tidak terlihat perbedaan, karena kita semua sama. Setelah makan kami
lanjutkan perjalanan menuju perkampungan yang banyak tersimpan situs sejarah
peradaban kerajaan tua petapahan, tidak lama kami bermain di perkampungan, kami
semua memutuskan untuk kembali ke Pekanbaru. Penasaran dengan apa yang ada di
perkampungan Desa Petapahan ?. Teman-teman bisa langsung aja datang kesana.
Disana banyak hal yang bisa kita ketahui dan pelajari. Karena belajar tidak
hanya disekolah dan di universitas saja. Tetapi ketika kita mencoba keluar
rumah, kita akan belajar apa yang akan kita hadapi. Begitu pula tentang
perjalanan. Apapun yang kita temukan diluar itu merupakan suatu pelajaran baru.
Alam semesta menyediakan mata pelajaran yang lengkap, tinggal bagaimana cara
kita untuk mengerti dan memahami. Saling menghargai antar makhluk hidup,
mengerti memperlakukan ciptaan Tuhan, maka kita juga akan megerti bagaimana
cara kita menghargai hidup.(Tya)
Penulis:
Punggawa ADCOM Tya |